Ghostwriter: Pekerjaan yang Saya Kerjakan Diam-Diam
Oleh: Yons Achmad
(Penulis. CEO Brandstory.ID)
Berani tidak dikenal. Itu filosofi dua profesi. Satu sebagai “Intel,” satu lagi sebagai, tak lain tak bukan adalah seorang Ghostwriter, bukan penulis hantu, tapi lebih mistisnya, sebagai penulis bayangan. Menjadi, “intel” partikelir pernah kepikiran, dan banyak kawan saya di dunia ini, bekerja semacam ini, tak saya jalani. Tapi, menjadi seorang Ghostwriter, kemudian begitu akrab dengan keseharian saya. Menuliskan buku, apa saja temanya, libas saja. Dengan nama orang lain dikaver buku yang saya tulis.
Sebagai penulis bayangan (Ghostwriter) tak pernah kepikiran sebelumnya. Ini “kecelakaan sejarah”. Seorang kawan, sesama penulis pernah mendapatkan order sebagai Ghostwriter, tapi tak selesai. Angkat tangan. Lalu dilimpahkan ke saya. Alhamdulillah jadi. Walaupun memang lama sekali prosesnya. Hampir 1 tahun. Seorang penulis yang harus hidupi anak istri, berproses menulis selama satu tahun, tentu sebuah “Cobaan Hidup” yang menegangkan. Kabar baiknya, setahun berproses itu menjadi berkah. Saya lantas berkawan dengan sang tokoh sampai sekarang, sudah sepuluh tahunan. Dari satu tokoh, seorang dokter, melalui mulut ke mulut saya lumayan dikenal dikalangan dokter.
Sebelum itu, saya memang pernah mendapatkan order menggiurkan, misalnya dari seorang staf fraksi DPR. Bayarannya besar. Tugas saya, sebenarnya bukan sekadar menulis. Tapi, membuatkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anggota DPR di fraksinya untuk kementerian terkait. Selesai sudah. Tapi, bayaran tak kunjung datang seperti yang dijanjikan. Saya juga pernah dapar order nulis dan cetak majalah DPRD tertentu, separuhnya tak dibayar. Mantab. Tapi, dari pengalaman itu saya jadi belajar, ternyata proyek penulisan dan penerbitan masih lumayan peminatnya.
Menjadi Ghostwriter memang ngeri-ngeri sedap, kadang proyek gagal, tak selesai. Kalau sudah begitu, ya minta maaf, kembalikan dana, sambil berusaha terus meningkatkan performa lagi. Kadang-kadang di luar kendali. Sudah di depan laptop, tapi pikiran dan jari ini begitu kaku. Susah sekali menari meliuk ke sana ke mari demi tulisan rampung. Begitulah nasib “Seniman Kata”, tulisan tak rampung artinya bayaran, masih menggantung di langit tinggi. Konon, rumusnya, “Do a great job, make your clients happy, and referrals will happen.” Walau, klien lebih banyak tak bakal peduli prosesnya, yang mereka pikirkan, tulisan rampung. Itu saja.
Pertanyaannya, apakah Ghostwriter itu sama dengan joki tulisan? Memang, orang sering meledek demikian. Joki tulisan, biasanya dipesan oleh mereka yang, meminjam istilah Rocky Gerung “Dungu” tapi punya uang. Menjadi joki tulisan, dengan motif semata-mata karena uang memang kerap terjadi. Sang joki tulisan, tentu mengerjakan pekerjaan itu dengan uang jadi alasan utama. Apa boleh buat, dalam keseharian, hal ini memang terjadi.
Bagaimana dengan Ghostwriter? Ia profesi legal. Sedikit lebih beradab. Ia membantu menuliskan sosok, memoar, biografi, artikel populer atau buku pemikiran populer yang tidak dimaksudkan untuk angka kredit kenaikan jabatan, begitu juga karya kehumasan terutama pada media baru. Di situ tetap ada standar, kaidah dan etika penulisan
Di “Barat” ada yang membedakan antara “Author” (pemilik gagasan) dan “Writer” (penulis). Yang pertama, sebagai pemilik gagasan, ia kadang kesulitan menulis, tak mampu menulis dengan baik, tak punya waktu, sibuk tapi tetap ingin bisa berkarya. Nah, Ghostwriter hadir untuk membantu sang tokoh untuk bisa melahirkan karya-karya hebatnya.
Setidaknya, dibanding “Joki Tulisan” yang bekerja semata-mata demi uang, seorang Ghostwriter sedikit lebih mulia lah. Ia membantu sang tokoh mengalirkan ilmu pengetahuan. Pengetahuan sang “Author” (Pemilik gagasan), dari “Tacit Knowledge” yang berupa pemikiran berdasar pengalaman, menjadi “Explicit Knowledge” yaitu pengetahuan yang sudah didokumentasikan, diantaranya lewat artikel atau buku.
Dengan demikian, seorang Ghostwriter saya kira punya peran penting, misalnya membantu Sang Pakar tertentu dibidangnya bisa mewariskan pemikiran, pengetahuan dan pengalamannya dalam bentuk tulisan sebelum dia tiada. Yah, profesi yang cukup mulia bukan? Kini, pekerjaan diam-diam itu masih saya jalankan. Menuliskan buku-buku atas nama orang lain. Dan saya senang ketika pada akhirnya buku bisa terbit dan dibaca banyak orang. Sampai kini, sudah puluhan buku yang saya kerjakan. Jadi, kalau kau punya keinginan menulis dan menerbitkan buku tapi kesulitan atau tak ada waktu? Kini, engkau cukup duduk lalu ceritakan pikiran atau pengalaman. Semudah itu. Saya akan “menyulapnya” jadi tulisan dan buku utuh yang diterbitkan. []