Keep Yourself from Dirty Mouth
Oleh: Yons Achmad
Praktisi Branding
CEO Brandstory.ID
Saya akan memulai kisah tentang Pak Bondan Winarno (29 April 1950 – 29 November 2017). Lebih akrab disapa Pak Bondan. Adalah seorang yang menjajaki dunia wartawan, pengusaha, sekaligus pakar kuliner yang pernah menjadi presenter di acara-acara kuliner televisi.
Beliau seorang penulis dan wartawan Indonesia dengan berbagai keahlian. Dia memelopori dan menjadi ketua Jalansutra, suatu komunitas wisata boga yang sangat terkenal di Indonesia. Dia juga menjadi presenter dalam acara kuliner di Trans TV, yaitu Wisata Kuliner
Ia terkenal dengan ungkapannya yaitu “Maknyus!”, ungkapan ini sering didemonstrasikan dalam suatu kondisi yang nyaman, enak dan lezat terkait makanan. Kisah Pak Bondan ini saya ketengahkan bagaimana dia punya konsep “bicara baik” untuk mengomentari makanan yang disantapnya dalam wisata kuliner.
Pertanyaannya, bagaimana kalau, (mohon maaf), makanannya memang nggak enak atau kurang enak?
Filosofi tentang makanan dikemukakannya. Menurutnya, tidak ada orang yang masuk dapur untuk memasak sesuatu yang tidak enak. Yang ada hanyalah ketidaktelitian atau kurang pengalaman. Maka, dirinya pantang bilang makanan tidak enak.
Lantas, apa katanya saat mereview makanan?
Untuk makanan yang menurutnya kurang, beliau hanya bilang “lumayan” atau “bisa dicoba nih”
Untuk makanan yang berada di atasnya, enak, beliau mengatakan “Top Markotop”
Untuk makanan yang benar-benar enak, lezat atau super enak baru beliau bilang “Maknyus”.
Singkat cerita, tak ada kata-kata yang kurang enak didengar ke luar dari mulut beliau. Semuanya terlihat tampak menyenangkan. Dalam personal branding, “Ilmu” dari Pak Bondan ini saya kira juga relevan. Sebuah keterampilan bagaimana “Menggeser” sedikit kata-kata dengan istilah yang lebih bisa diterima publik.
Sebenarnya, ini berawal dari refleksi pribadi. Kalau ada sesuatu yang dirasa salah, nggak benar bahkan cenderung kelewatan, apa yang sering terlontar? (mohon maaf).
Memang goblok
Dasar pekok
Memang tolol
Dasar dungu
Kata-kata penghakiman yang paling gampang diucapkan. Tapi, selain mengandung kata-kata kotor atau kasar, kadang kita juga gagal menunjukan argumentasi. Gobloknya di mana? Pekoknya seperti apa? Tololnya kayak apa? Dungunya semacam apa?
Saya kira, kita perlu belajar kali ini sama Pak Bondan. Bagaimana bisa hindari kata-kata yang kotor, tidak perlu. Kita menggantinya dengan kata-kata yang lebih bernuansa baik (positif). Misalnya “Anti Israel” diganti “Pro Palestina”. Gagal menjadi belum berhasil. Jelek menjadi kurang bagus atau kurang meyakinkan. Silakan cari padanan yang semacam itu.
Kenapa ini menjadi perlu? Apalagi di era digital. Di ruang digital. Kadang kita tidak tahu misalnya usia lawan bicara kita. Sampai ke luar misalnya kata “Tolol” tentu menyakitkan yang bersangkutan. Hasilnya, bisa menutup jejaring kebaikan bagi bisnis dan karir kita. So, mari sama-sama ciptakan ruang komunikasi yang lebih apresiatif.
Ya, semua itu, harapannya sederhana saja. Semacam kata Pak RT dalam film kartun anak-anak “Keluarga Somat”. Semuanya “Demi kebaikan bersama” eh “Demi Kesejahteraan Bersama”. Begitulah.