Brandstory News
Home » Article & News » Gaya Komunikasi “Koboi Tengil” Menkeu Baru

Gaya Komunikasi “Koboi Tengil” Menkeu Baru

Julukan “koboi Tengil” bukan dari saya. Tapi dari warganet (netizen). Ditujukan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) yang baru Purbaya Yudhi Sadewa. Ia dipilih Prabowo menggantikan Sri Mulyani. Baru sehari menjabat, lontaran dan komentarnya sudah menuai kontroversi di ruang publik. Kembali membuat gaduh dunia media dan media sosial. Apa pasalnya?

Jelas karena komentar dan kelakarnya yang dinilai kurang pas. Gaya koboi merujuk pada pernyataan-pernyataan, komentar yang seenaknya sendiri, seolah tak dipikir dampaknya. Layaknya menteri yang baru dilantik biasanya hemat bicara, sebatas berterimakasih kepada kepercayaan yang diberikan presiden dan berjanji akan bekerja dengan sebaik-baiknya. Tapi tidak dengan menkeu yang baru ini.

Ditanya wartawan apa dasar Prabowo memilihnya, tak dijawabnya dengan misalnya itu hak prerogratif presiden, tapi dijawabnya “Mungkin karena saya kelihatan jago”. Belum genap sehari dilantik, pernyataan Purbaya saat ditanya soal tuntutan gerakan rakyat 17+8 juga menuai kontroversi. Dia berpendapat tuntutan tersebut mungkin datang dari sebagian kecil masyarakat. Seolah menyepelekan fenomena itu. Gaya komunikasi “Koboi tengil” ini kemudian menjadi melekat di awal pelantikan Menkeu baru itu, di mana sosoknya digambarkan dengan  seenaknya ngomong, terlalu “over pede” dan menganggap sepele orang lain.

Nasi sudah menjadi bubur, kontroversi gaya komunikasi semacam itu sudah terjadi. Akhirnya sang menteri minta maaf atas pernyataan-pernyataan kontroversi itu. Tapi, masih dengan gaya cengengas-cengengesan berdalih sebagai “Menteri Baru” yang tidak menyangka ucapannya akan menuai kontroversi sebesar itu. Apapun itu, hal ini menjadi catatan atas komunikasi publik pejabat yang tak selayaknya bikin kontroversi yang tidak perlu.

Terlepas dari semua itu. Layaknya netizen (warganet),  selalu terus mencoba bersabar, memaklumi dan menerima permintaan maaf terhadap kelakuan para pejabat. Untungnya, kondisi baik-baik saja. Kalau tidak, pernyataan pejabat atau anggota dewan  semacam ini bisa berujung malapetaka akibat kurang bisa menjaga ucapan-ucapannya di ruang publik. Nasib anggota DPR Eko Patrio, Uya Kuya, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach  tempo hari yang dinilai menyakiti publik tak termaafkan, akhirnya dipecat dari anggota Dewan dan rumahnya dijarah massa.

Sri Mulyani sendiri, tak luput dijarah juga rumahnya. Saya kira, bukan semata karena sikap dan kebijakan ekonomi yang dinilai menyengsarakan rakyat seperti terus menambah utang dan terus memburu rakyat dengan beragam pajak, tapi juga komunikasi yang penuh kontroversi salah satunya misalnya soal “Guru Beban Negara” yang menyakiti rakyat juga.  Memang berdalih itu pernyataan hoaks, tapi tafsir pernyataan-pernyataan sebelumnya memang mengarah ke sana.

Atas kasus komunikasi publik yang kotroversial ini, bahkan BEM UI sempat lakukan aksi demo tuntut sang menteri baru, Purbaya dicobot dari jabatannya. Kabar baiknya, Prabowo masih berikan kesempatan. Maka, kita lihat saja, apakah komunikasi publiknya kelak masih penuh kontroversi dan kita lihat perfoma kerjanya. Apakah bisa bawa perekonomian Indonesia membaik atau semuanya itu hanya “omon-omon” saja? Waktu yang menjawabnya dan kalau tak serius, “pengadilan massa” terutama oleh netizen (warganet) di media sosial bisa dialaminya.

(Yons Achmad. Praktisi Komunikasi. Pendiri Brandstory.id)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *