Brandstory Biography
Home » Article & News » Ika Dewi, Dokter Cum Aktivis

Ika Dewi, Dokter Cum Aktivis

“Apa mimpi yang sekarang belum tercapai?”

“Jadi Menteri Kesehatan,” katanya dengan canda serius. Ahai.

Nama lengkapnya, Dr. dr. Ika Dewi Subandiyah, M. Epid. Pada 3 Januari 2025, baginya sebuah permulaan yang menggembirakan. Ya, ketika dirinya berhasil meraih predikat Doktor dalam Ilmu Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI). “Rasanya plong bisa selesai raih Doktor, walau tanggungjawab ke depannya lebih besar tentunya,” ungkap perempuan penyuka buku ini.

Kesibukan sehari-hari, bekerja sebagai Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Sudin Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara. Hanya saja, jiwanya sebagai seorang aktivis  menantang untuk menyelami hal-hal baru dan tentu saja tertantang untuk menyelesaikan problem yang tampak di depan matanya.

“Menjadi, aktivis bagi saya sebenarnya bukan pilihan, tapi memang panggilan hidup,” ungkapnya. Itulah yang menyebabkan dirinya juga selalu merasa gelisah ketika mendapati setiap ketidakberesan di negeri ini. Kabar baiknya, menjadi aktivis tak menyurutkan langkahnya meraih pendidikan sampai level Doktor.

Lantas, apa hasil riset Doktornya?

“Hasil riset saya, pada anak yang diberikan intervensi yakni diberikan suplemen D dan Seng dalam dosis tertentu selama tiga bulan ditambah dengan konseling diet bisa menurunkan kejadian infeksi TBC. Artinya, anak-anak tidak terkena TBC laten sehingga nantinya perkembangan untuk menjadi TBC aktif bisa dicegah,” paparnya.

Lebih lanjut dijelaskan dampak dari riset ini, masyarakat akan mengetahui bagaimana  cara untuk bisa mencegah terjadinya infeksi TBC  terutama ketika ada kontak di dalam rumahnya  yang menderita TBC. Kemudian, masyarakat juga bisa mengerti kalau ternyata terkait dengan diet tidak hanya cukup mengandalkan pada pola makan tetapi memang untuk pencegahan infeksi perlu penambahan mikro nutrisi  alias penambahan vitamin-vitamin tertentu yang memang bermanfaat bagi tubuh. Sehingga, nantinya masyarakat akan menjadi lebih baik kondisi kesehatannya, terutama pada penanganan balita.

Terkait perkembangan terbaru dunia kedokteran dan kesehatan, apa pandangannya?

“Saya kira, dunia kedokteran dan kesehatan saat ini mendapatkan tantangan baru. Salah satunya adalah perubahan dari lifestyle dan juga perubahan lingkungan dan iklim, hal ini tentunya bisa memicu mutasi pada bakteri dan virus penyebab infeksi, sehingga muncul penyakit-penyakit baru yang potensi menjadi wabah,” ujar aktivis alumni KAMMI ini.

Dijelaskan lagi bagaimana dunia saat ini menghadapi penyakit-penyakit baru. Begitu juga gaya hidup manusia kontemporer rentan terhadap beragam penyakit seperti jantung, stroke atau diabetes termasuk bisa mereaktivasi penyakit-penyakit lama seperti TBC ataupun HIV yang sampai sekarang belum bisa ditekan penyebarannya dengan baik. Meskipun sudah ada beberapa intervensi,  misalnya pemberian kondom atau pemberian terapi pengobatan.

Melongok ke dalam. Dalam hal ini tenaga kesehatan, juga perlu beradaptasi, seperti dijelaskannya dalam beberapa kesempatan. Baik dalam diskusi-diskusi ilmiah maupun obrolan-obrolan yang sifatnya terbatas.

“Saat ini, era digital sekarang ini, mempermudah masyarakat mendapatkan informasi kesehatan sehingga sebagai tenaga kesehatan, dituntut untuk lebih kompeten  karena masyarakat sekarang tidak hanya melihat dari title atau gelar  plus status pendidikan seseorang semata, akan tetapi kompetensi, keterampilan orang tersebut. Tentunya, di era ini  digital ini, tenaga kesehatan tak hanya  harus mampu meningkatkan kompetensinya tapi sekaligus bisa memanfaatkan teknologi,” ungkap istri dari pengacara Amin Fahrudin ini.

Kini, dokter cum aktivis ini masih aktif pada beberapa lembaga. Sebelumnya, ia menempuh pendidikan S1 Kedokteran di UGM dan aktif di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Kemudian melanjutkan S2 Universitas Indonesia Epidemiologi. Kini, selain sebagai ASN dan dokter, aktif di Bendungan Institute sebagai Direktur Kajian Kesehatan. Begitu juga di Lembaga Pustaka Hati  (Pusat Kajian Kesehatan Wanita dan Anak Indonesia) yang tak jauh dari dunia kedokteran dan kesehatan.

Diminta komentarnya sebagai pesan motivasional kepada generasi muda di bawahnya, dokter pengidola Muhammad Al-Fatih ini menjawab tegas. “ Jangan bilang tidak mungkin sebelum kamu mencobanya,” tutupnya. []

(Penulis. Yons Achmad)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *