Brandstory Data
Home » Article & News » Jalan Alternatif Jadi Aktor Politik yang Bisa Ikut Kelola Negara

Jalan Alternatif Jadi Aktor Politik yang Bisa Ikut Kelola Negara

Saya diundang nongkrong di sebuah kafe, sekitar Tebet, Jakarta Selatan. Seorang kawan ingin mendirikan sebuah partai politik. Bagus, saya setuju saja. Siap bantu dalam urusan “branding politik”. Apa bikin partai politik gampang? Tidak mudah. Kalau gampang semua orang bikin. Nah, kalau ada yang benar-benar niat buat partai politik, tentu saya acungi jempol. Nyalinya besar sekali.

Kita tengok betapa tak mudahnya buat dan kelola partai politik. Tommy Soeharto seorang anak mantan presiden dan tentu punya banyak uang, gagal bikin Partai Berkarya masuk parlemen. Hary Tanoesudibjo, seorang tokoh publik, pengusaha, punya banyak uang juga, gagal buat Partai Perindo melenggang ke Senayan. Tokoh Muhammadiyah Din Syamsudin, juga tak bisa bikin Partai Matahari Bangsa benderanya berkibar. Anas Urbaningrum, bikin Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) gagal juga. Anis Matta dan Fahri Hamzah dkk buat Partai Gelora walau tokohnya bisa masuk Istana, tapi calegnya belum bisa tembus ke Senayan juga.

Bikin Partai politik, memang jalan panjang nan terjal, penuh liku sebagai jalan masuk menuju kekuasaan, baik di parlemen maupun pemerintahan. Tapi, partai politik sudah pasti ruang yang paling “powerfull” untuk bisa menjadi aktor politik. Kalau tak ingin susah-susah, tentu jalannya lebih mudah misalnya gabung dengan partai yang ada. Kalau punya “uang” bisa langsung jadi caleg ketika pemilu, kalau tidak, kudu semacam “mengabdi” dulu sebelum benar-benar bisa jadi aktor politik yang berkiprah dan duduk ikut kelola negara.

Jalan lain, bikin semacam relawan politik. Tak gampang juga, bagi yang punya cukup uang, tentu bisa buat sendiri. Tapi, faktanya, mereka yang ngebet buat relawan politik untuk pemenangan kandidat tertentu tak cukup punya logistik yang memadai. Maka, solusinya tentu menggandeng semacam “bohir” yang mau membiayai aktivitasnya sebagai aktor politik. Hasilnya, mobilisasi vertikal masuk kekuasaan menjadi mungkin, Mulai dari staf khusus presiden, wakil menteri, staf-staf di bawahnya, sampai menjadi komisaris di berbagai BUMN.

Singkat cerita, membangun basis politik di Indonesia memang biayanya mahal. Adakah yang murah dan terjangkau? Ya tentu ada. Andalkan kapasitas intelektual dibidangnya masing-masing. Terlibat aktif dalam “personal branding” dengan basis misalnya website pribadinya yang terintegrasi dengan media sosial, termasuk membuat media sendiri sebagai jembatan komunikasi dengan beragam pihak (yang paling terjangkau dengan media online), atau kelola semacam chanel kekinian seperti Podcast-Podcast politik. Itu alternatif yang bisa dijalankan.

Saya percaya, yang terakhir ini yang paling memungkinkan. Ibarat permainan catur, anggaplah kita ibarat pion (rakyat sipil) dengan kekuatan terbatas. Maka, agar bisa menjadi aktor politik yang kelak ikut berperan aktif kelola negara, maka beragam jalan di atas bisa ditempuh. Jalur alternatif lewat personal branding dan create beragam media kekinian, menjadi alternatif yang paling terjangkau. Nah, begitulah, kalau masih ada kesulitan dan pertanyaan-pertanyaan, tentu teman-teman sudah tahu ke mana kontak untuk penjelasannya. Ahai. Terimakasih.

(Yons Achmad. Praktisi Komunikasi. Pendiri Brandstory.id)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *