Ada pendapat, TNI terus digoda-goda untuk turun selesaikan aksi-aksi kekerasan yang menurut Prabowo sudah ada gejala mengarah pada tindakan “Makar dan terorisme”. Benarkah? Sementara, yang terjadi sampai saat ini, TNI masih tampak bergerak dalam senyap, memantau keadaan, memitigasi pergerakan agar tidak terjadi (lagi) kejadian-kejadian yang tak diinginkan. Memang, di beberapa titik mengawal aksi demonstrasi, tapi tak mendominasi. Pertanyaannya kemudian, apakah TNI nanti bakal mengambil alih situasi? Kita lihat.
Konon, aksi-aksi belakangan ditunggangi oleh kelompok anarki. Ini yang membuat aksi kemudian banyak terjadi kerusuhan, chaos di sana sini, pembakaran, penjarahan, kekerasan fisik dan verbal. Hasilnya, banyak muncul korban, termasuk kerusakan fisik gedung DPRD, gedung pemerintah dan fasilitas umum lainnya. Apakah benar, aksi ditunggangi kelompok anarki? Apakah kemudian TNI harus turun tangan amankan keadaan?
Sebelum ke sana, kita rehat intelektual sejenak, kata anarki berasal dari bahasa Yunani Kuno “anarchia” yang berarti “ Tanpa Pemimpin”. Dalam filsafat politik, anarkisme merujuk kepada sikap menolak penguasa atau pemerintah. “Seorang anarkis”, dengan demikian ia menolak hak pemerintah mencampuri kebebasan individu. Penggunaan kata anarki yang lain berasal dari periode Revolusi Perancis. Ketika itu, “kalangan anarkis” berarti kelompok-kelompok beraliran politik radikal yang menentang status-quo.
Kemudian, diakhir abad ke-19, anarkisme menjadi suatu aliran dalam gerakan sosialis dan buruh yang menentang “sosialisme negara” dan “kediktatoran proletariat.” Salah satu bentuk gerakan buruh yang dikenal dengan nama “Anarko-sindikalis” ingin membentuk serikat-serikat buruh yang mandiri dan menentang campur tangan negara. Variasi makna lainnya bersumber dan kelompok kecil kaum anarkis yang menghalalkan kekerasan, pembunuhan politik, dan terorisme, khususnya yang ditujukan kepada penguasa.
Dalam sejarah kebangsaan, misalnnya era Orde Baru, anarki dapat diartikan sebagai situasi yang ditandai dengan ketiadaan keamanan dan ketertiban di masyarakat. Selaras dengan ini, anarki juga berarti tidak tegaknya hukum. Bentuk-bentuk anarki tersebut, seperti tampak pada judul-judul berita semacam “Penjarahan, pembajakan, perlawanan rakyat, kerusuhan, pendudukan, dan aksi-aksi yang dinilai beringas lainnya. Sejarah kemudian mencatat, tentara menjadi semacam “solusi” untuk menanggulanginya.
Di situlah kemudian, pemerintah dipandang sebagai sesuatu yang buruk (evil), negara memainkan peran apa yang disebut Max Weber, sebagai lembaga yang memonopoli penggunaan kekerasan fisik secara sah. Konon, monopoli ini diperlukan supaya anarki dan kekerasan, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar negara, dapat diatasi. Di sini militer (tentara) menjadi wakil formal negara dengan struktur organisasi yang rapi, bertugas memulihkan keamanan dan ketertiban.
Hasilnya, menjadi teror tersendiri masyarakat. Di masa Orde Baru, kekuasaan militer benar-benar power full. Berani macam-macam, “nyawa hilang”. Di sini, Prabowo tentu punya cerita sendiri, salah satunya lewat sejarah “Tim Mawar” nya yang dinilai ikut andil menculik aktivis, di sana sematan pelanggar HAM berat tertempel di “brand” Prabowo bahkan hingga detik ini.
Membaca sejarah dan kondisi terkini saat ini, saya melihat berbagai kerusuhan pasca aksi 25 Agustus 2025 dengan beragam kekerasan, penjarahan, pengrusakan fasilitas umum dan gedung-gedung pemerintahan bukan dilakukan oleh apa yang disebut “Kaum Anarki” secara ideologis seperti yang saya paparkan di atas. Tapi, dilakukan oleh kalangan pragmatis, non intelektual, wajah-wajah yang bergerak dan mudah digerakkan oleh aktor tertentu denganiming-iming jangka pendek. Mereka inilah yang menunggangi kemurnian aksi-aksi mahasiswa sebelumnya. Tentu, pasti juga ada aktor-aktor “busuk” di belakangnya.
Itu sebabnya, saya kira gerak senyap TNI perlu diapresiasi. Tidak tergoda untuk “turun langsung”, merasa punya kewenangan untuk “memulihkan” keadaan. Sikap kehati-hatian ini yang ditampakkan Prabowo dengan memerintahkan KAPOLRI untuk bersikap tegas kepada jajarannya, menindak mereka-mereka yang terbukti melakukan tindakan penjarahan, kerusuhan, pembakaran, juga perusakan. Prabowo, saya kira tak mau terjebak kedua kali dalam sejarah kelam masa lalu dengan mengerahkan “Tentara” secara sporadis dalam upaya-upaya menyelamatkan bangsa. []
Yons Achmad. Kolumnis, konsultan komunikasi.

Comment