Istilah hancur lebur, barangkali tepat untuk gambarkan bagaimana buruknya komunikasi publik Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana. Latarbelakang pendidikannya memang tak mendukung untuk menempati posisi itu. Dia bukan ahli gizi. Justru sangat jauh dari keahlian mengurus program “Makan Bergizi Gratis” (MBG) yang menjadi program prioritas (andalan) Pemerintahan Prabowo-Gibran.
Dia dikenal sebagai ahli serangga (entomologis), maka pertanyaan publik pun datang. Mengapa dirinya dipilih kawal program gizi nasional? Sosok ini, awalnya memang “Orangnya Jokowi”, Dadan Hindayana dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada 19 Agustus 2024 sebagai Kepala BGN, sebuah lembaga yang baru dibentuk. Ia mendapat mandat besar untuk mengawal program-program strategis di bidang pangan dan gizi, termasuk MBG. Di pemerintahan Prabowo-Giran, sosok ini masih diberi kesempatan melanjutkan pekerjaan.
Banyak yang menduga karena unsur politik dia mendapatkan posisi itu. Kalau program berjalan baik-baik saja, mungkin banyak orang memaklumi. Tapi, ketika program Makan Bergizi Gratis (MBG) ini dijalankan dan banyak mendapatkan sorotan, salah satu isu yang paling santer beredar adalah banyaknya kasus keracunan, alih-alih adanya perbaikan, justru yang terjadi justru terkesan meremehkan.
Sepanjang perjalanan jadi kepala BGN, kontroversi komunikasi publiknya teramat banyak.
Contohnya, seperti diberitakan suara.com (3 Juni 2025), Salah satu pernyataan yang menuai kritik tajam datang dari kunjungannya ke Pondok Pesantren Muhammad Cholil di Bangkalan, Jawa Timur, pada 26 Mei 2025. Dalam kunjungan itu, Dadan menceritakan kebiasaannya mewajibkan dua anaknya minum susu sebanyak dua liter per hari.
Menurutnya, asupan susu dalam jumlah besar itu membuat kedua putranya tumbuh tinggi, masing-masing mencapai 185 cm dan 181 cm. Pernyataan tersebut menuai perdebatan di media sosial. Banyak yang menilai bahwa rekomendasi tersebut tidak berdasar secara ilmiah dan cenderung menyesatkan. Begitu juga, tidak ada hubungannya dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sedang mendapat sorotan. Selain itu, tidak semua keluarga di Indonesia mampu menyediakan dua liter susu per anak setiap hari. Netizen menilai ucapan itu kurang sensitif terhadap realitas ekonomi masyarakat.
Tak berhenti di sana, Dadan juga mengklaim bahwa minyak jelantah dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) bisa dijual dengan harga tinggi karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioavtur, bahan bakar pesawat ramah lingkungan. “Termasuk yang mengambil jelantahnya. Kan banyak tuh digunakan minyak ya (dalam program MBG). Jelantahnya bisa ditampung, kemudian dijual dengan harga yang lebih tinggi,” ucapnya dalam acara BGN Talks Episode 1 yang disiarkan pada 31 Mei 2025.
Pernyataan ini juga mengundang keheranan publik. Alih-alih fokus pada peningkatan kualitas dan distribusi gizi, Dadan justru membahas potensi ekonomi dari limbah program. Banyak yang mempertanyakan urgensi dan relevansi ide tersebut dalam konteks program gizi nasional. Yang lebih mengejutkan lagi adalah usulannya menjadikan serangga seperti belalang dan ulat sagu sebagai sumber protein dalam program makan bergizi gratis.
Meski serangga memang diakui sebagai sumber protein alternatif oleh beberapa kalangan akademik, pernyataan ini kembali membuat publik bertanya-tanya, apakah Dadan sedang menjalankan program gizi atau mempromosikan minat pribadinya?
Terkait banyaknya kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), Kepala BGN juga terkesan menganggap enteng. “Tapi banyak kasus kejadian anak-anak itu ingin kembali mengonsumsi makanan-makanan bergizi. Jadi hanya sebagian kecil yang trauma,”. Sebuah pernyataan yang juga mendapat banyak kecaman
Soal kasus keracunan, Dadan memahami banyak pihak yang khawatir. BGN juga sebetulnya waswas akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dadan berseloroh setiap hari tidak bisa tidur nyenyak lantaran risau, takut ada siswa yang keracunan. Meski demikian, bagi Dadan, kasus keracunan yang saat ini terjadi masih dalam batas wajar. Ia menyebut total sajian makanan keracunan hanya 4.711 porsi dari 1 miliar porsi yang sudah dimasak selama 9 bulan program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini berjalan. (Sumber Detik.com/23 September 2025). Terang saja, pernyataannya tentang kasus keracunan yang cenderung diremehkan ini kembali mendapatkan sorotaan publik, tentu saja dengan sentimen negatif
Singkat cerita, selain memang kinerjanya dipertanyakan, komunikasi publik Kepala BGN ini memang cukup mengkhawatirkan. Cenderung meremehkan persoalan semisal banyaknya kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) itu. Komunikasi publik yang dijalankan juga cenderung nir empati. Jadi, daripada program MBG ini terus menuai kontroversi dan terus menerus publik disuguhi oleh komunikasi pejabat yang buruk dan kurang ada empati, maka, presiden perlu mengevaluasi posisi kepala BGN ini. Demi keselamatan anak-anak ke depannya, juga menjaga kewarasan arus komunikasi.
Yons Achmad. Praktisi Komunikasi. Pendiri Brandstory.id

Comment