Kolom
Home » Article & News » Panggung Ojol Gibran

Panggung Ojol Gibran

Gerak langkah Gibran selalu menarik perhatian. Terlepas dari segala kontroversi yang sering menyertai. Sebagai anak mantan Presiden Jokowi dan kini menjadi Wakil Presiden, saya kira performa yang ditampilkan tak bisa kita baca dengan serampangan. Kenapa? Segala sesuatu yang ditampilkan ke publik, pasti sudah melalui kurasi yang cukup memadai. Hanya saja memang, semua kembali kepada persepsi publik. Kecerdasan warga (Netizen), apa boleh buat, kadang lebih meyakinkan dan sering sulit terbantahkan..

Pasca aksi “Tragedi Agustus” yang diwarnai kerusuhan dan mengakibatkan driver ojol Affan Kurniawan meninggal dunia, Wakil Presiden Gibran Rakabuming undang perwakilan ojek online ke istana wakil presiden. Sekira 8 orang diver ojek online yang hadir. Perwakilan dari Grab, Gojek dan Maxim. Pertemuan ini kembali menuai kontroversi.

Mulai dari tudingan perwakilan itu settingan, bukan ojek online, gaya bicara dengan istilah dan bahasa yang dinilai “tinggi” dan tak akrab dikalangan ojek online sampai paling detail sepatu “air jordan” yang dipakai salah satu perwakilan dinilai terlalu mewah bagi seorang ojek online. Namun, semuanya itu dibantah oleh manajemen Gojek, Grab maupun Maxim yang mengatakan bahwa perwakilan yang memang mitra mereka, ojek online asli.

Biarlah hal itu menjadi polemik dan kontroversi.

Dalam kesempatan ini, saya hanya sebatas menyoroti bagaimana seorang aktor politik merespon keadaan. Dalam peristiwa ini, jelas, undangan wakil presiden Gibran Rakabuming adalah agenda mendegar keluh kesah ojek online. Sebuah langkah yang nyata dan diperlukan. Aktivitas “Mendengar” ini rasanya memang diperlukan. Langkah nyata yang sama dilakukan Presiden Prabowo saat undang ormas-ormas Islam untuk mendengar aspirasi mereka, usaha “Mendengar” aspirasi umat Islam.

Kebiasaan pejabat publik untuk lebih banyak “Mendengar” ini saya kira menarik, perkembangan bagus untuk demokrasi ke depan. Sebuah momentum untuk mendengar langsung aspirasi “Arus Bawah”, bukan laporan-laporan “Asal Bapak Senang” dari para pembisik dan staf-staf pejabat yang bersangkutan. Sebuah usaha yang patut diapresiasi.

Di dalam komunikasi publik, kemampuan mendengar ini, saya kira perlu mendapat perhatian serius lagi para pejabat publik maupun para Anggota Dewan. Hanya saja, sebenarnya yang paling pas tak hanya sekadar mendengar (hearing) isu-isu yang mampir dan hilang begitu saja. Tapi kemampuan untuk lebih jauh dari itu, yaitu kemampuan mendengarkan (listening), sebuah proses sungguh-sungguh, mendengarkan lawan bicara dan coba memahaminya sehingga bisa benar-benar mendengarkan aspirasi dan mencoba memberikan solusi atas problematika yang dibawanya. []

Praktisi Komunikasi. Pendiri Brandstory.id

Related Posts

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *